Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Monday, November 29, 2010

Menguasai Sejarah, Syarat untuk Calon Presiden

DEPOK - Budayawan JJ Rizal menyesalkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait permasalahan keistimewaan Yogyakarta. Menurut Rizal, SBY tidak menguasai sejarah bagaimana negara Indonesia terbentuk.

Rizal mengatakan, Yogyakarta memiliki peran istimewa dimana menjadi keraton yang pertama dengan tangan terbuka menerima Republik Indonesia. Agar situasi serupa tak terulang di masa mendatang dia mengusulkan pemahaman sejarah nusantara menjadi syarat menjadi calon presiden.

“Kalau begini bisa celaka negara ini, syarat jadi presiden selain harus warga negara Indonesia, juga harus memahami sejarah," ujarnya kepada okezone, Selasa (30/11/10).

Rizal juga mengatakan keraton kesultanan Yogyakarta tidak bertentangan dengan asas demokrasi serta bukan monarki. Justru, kata dia, Yogyakarta merupakan keraton yang paling terbuka saat Universitas Gajah Mada didirikan sebagai tempat berkumpulnya para pemuda.

"Pemerintahan SBY adalah pemerintahan asbun, asal bunyi. Hal ini menjadi pencerminan terhadap SBY kalau dia tidak mengerti. Justru Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX lah yang paling demokratis, sangat republik," tandasnya.
Baca Selengkapnya===>

Thursday, November 18, 2010

Langkah-Langkah Metode Sejarah


Hal penting yang dilakukan oleh seorang sejarawan sebelum melakukan penelitian adalah pemilihan topik. Seorang sejarawan tidak bisa menulis apabila ia tidak memiliki topik. Untuk memilih topik diperlukan kejelian dan kecermatan. Ada dua pertimbangan yang harus dipikirkan. Pertama, kedekatan emosional. Misalnya, apabila seorang sejarawan tinggal di Kampung Karampe, ia akan mempunyai kedekatan emosional untuk menuliskan sejarah kampungnya tersebut. Oleh karena sudah didasari rasa senang dan merasa menjadi bagian dari komunitas itu, ia akan termotivasi untuk merunut asal usul kampungnya. (Karampe berasal dari bahasa kaili yang artinya tempat berlabuh. Penyebar agama Islam di Lembah Palu, Dato Karama pertama kali berlabuh di tempat ini).
Kedua, kedekatan intelektual. Apabila sudah mempunyai ikatan emosional dengan topik yang diteliti, sejarawan akan tergugah untuk mencari segala informasi yang berkaitan dengan topik yang ia pilih. Dengan begitu, ia akan lebih mudah memetakan topik dalam konteks waktu itu.

Adapun langkah-langkah metode sejarah adalah sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik adalah tahap mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan topik atau judul penelitian.
Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh. Menurut G.J. Reiner (1997), heuristik adalah suatu teknik, mencari dan mengumpulkan sumber. Dengan demikian heuristik adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber. Dalam hubungan penelitian, peneliti
mengumpulkan sumber-sumber yang merupakan jejak sejarah atau peristiwa sejarah.

Suatu prinsip di dalam heuristik adalah sejarawan harus mencari sumber primer. Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang di- sampaikan oleh saksi mata. Hal ini dalam bentuk dokumen, misalnya catatan sidang, catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip laporan pemerintah atau organisasi. Sedangkan dalam sumber lisan yang dianggap primer ialah wawancara langsung dengan pelaku peristiwa atau saksi mata. Adapun sumber koran, majalah, dan buku adalah sumber sekunder. Dengan demikian langkah heuristik adalah mencari sumber primer, apabila tidak memungkinkan baru sumber sekunder.


Untuk penelitian dokumen library research, yang dilakukan peneliti melakukan telaah dokumen dan membuat catatan. Apabila sumber lisan, teknik yang dilakukan adalah wawancara atau interview. Wawancara langsung dengan saksi atau pelaku peristiwa dapat dianggap sebagai sumber primer, manakala sulit sekali didapat sumber tertulis. Namun wawancara juga bisa merupakan sumber sekunder, apabila fungsi wawancara itu sebagai bahan penjelas atau pelengkap dari sumber tertulis.


2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah sumber sejarah terkumpul, maka langkah berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik sumber untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini yang harus diuji ialah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri lewat kritik intern. Dengan demikian, kritik sumber ada dua, yakni kritik ekstern dan kritik intern.

1) Keaslian Sumber (Otentisitas)

Peneliti melakukan pengujian atas asli tidaknya sumber, berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, dan hurufnya.

2) Kesahihan Sumber (Kredibilitas)

Pertanyaan pokok untuk menetapkan kredibilitas ialah "bukti-bukti yang terkandung dalam sumber". Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling menentukan sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah itu sendiri. Menurut Gilbert J. Garraghan (1957), kekeliruan saksi pada umumnya ditimbulkan oleh dua sebab utama : pertama, kekeliruan dalam sumber informasi yang terjadi dalam usaha menjelaskan, menginterpretasikan atau menarik kesimpulan dari suatu sumber. Setiap usaha untuk menentukan faktor yang sebenarnya juga dapat dengan mudah mengakibatkan kekeliruan. Kedua, kekeliruan dalam sumber formal. Penyebabnya adalah kekeliruan yang disengaja terhadap kesaksian yang pada mulanya penuh kepercayaan; detail kesaksian tidak dapat dipercaya; dan para saksi terbukti tidak mampu menyampaikan kesaksiannya secara sehat, cermat dan jujur.
Atas semua penyebab
kekeliruan ini, akan lebih tepat bila menelusuri kredibilitas sumber berdasarkan proses-proses dalam kesaksian. Oleh karena itu, kritik dilakukan sebagai alat pengendalian atau pengecekan proses-proses itu serta untuk mendeteksi adanya kekeliruan yang mungkin terjadi.

3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber. Jadi interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu dengan yang lainnya.
Di dalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa. Data sejarah sering mengandung beberapa sebab yang dapat membantu mencapai hasil. Akan tetapi, mungkin juga sebab yang sama dapat mengantarkan hasil yang berlawanan.

3. Historiografi
Langkah terakhir metode sejarah ialah historiografi, yakni merupakan cara penulisan, pemaparan atau penulisan laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Penulisan hasil laporan hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari fase awal hingga akhir (penarikan kesimpulan).

Penyajian penelitian secara garis besar dan sederhana terdiri atas tiga bagian, yakni : (1) pendahuluan, (2) pembahasan ( hasil penelitian) dan (3) penutup. Setiap bagian biasanya dijabarkan dalam bab-bab atau subbab.

Di samping itu pada bagian depan ada halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi. Dalam hal ini bisa ditambahkan daftar tabel atau daftar gambar, sedangkan di bagian akhir ada daftar pustaka dan lampiran.

Pendahuluan, antara lain meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian.
Pembahasan/hasil penelitian adalah penjabaran dari rumusan masalah, misalnya rumusan masalah tiga (a, b, dan c), maka pembahasannya juga a,
b, dan c. Penutup, terdiri dari simpulan yang merupakan hasil dari analisis terhadap data dan fakta yang telah dihimpun atau merupakan jawaban terhadap rumusan yang telah dirumuskan. Kesimpulan dirumuskan secara ringkas, jelas, dan tegas. Saran berkaitan dengan kesimpulan yang dinyatakan secara operasional (jelas) kepada siapa ditujukan dan apa saran yang disampaikan.

Menurut Kuntowijoyo (2000) sebelum keempat langkah itu sebenarnya ada satu kegiatan penting, yakni pemilihan topik/judul dan rencana penelitian. Topik/judul penelitian memuat masalah atau objek yang harus dipecahkan melalui penelitian. Dalam sebuah judul penelitian sejarah, biasanya terdiri dari : (1) masalah, objek atau topik penelitian; (2) subyek; (3) lokasi atau daerah; (4) tahun atau waktu terjadinya peristiwa; dan kadang disebutkan pula (5) metode penelitian.

Contoh karya Juraid Abdul Latief dengan judul : Pemberontakan Petani Toli-Toli 1919. Rinciannya (1) objeknya ialah pemberontakan; (2) subjeknya petani; (3) lokasinya di Sulawesi Tengah khususnya di Toli-Toli; dan (4) waktu tahun 1919.
Baca Selengkapnya===>

Menulis Kembali Peristiwa Masa Lampau


Sebagaimana halnya penelitian ilmiah lainnya, Penelitian Sejarah memerlukan data dan prosedur ilmiah. Beda penelitian sejarah dengan penelitian lain, adalah terletak pada obyek yang diteliti. Obyek penelitian sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Sumber penulisan sejarah adalah jejak-jejak yang ditinggalkan oleh peristiwa yang sudah terjadi atau peristiwa pada masa lampau. Sumber ini bisa berupa sumber lisan, tertulis maupun benda. Sumber-sumber sejarah ini yang selanjutnya diteliti secara cermat, dibandingkan, kemudian diinterpretasikan dan akhirnya disusun menjadi suatu kisah sejarah yang mudah dipahami dan menarik.


Untuk dapat menulis kembali peristiwa masa lampau menjadi suatu tulisan yang mudah dipahami dan menarik, diperlukan suatu metode. Metode penelitian sejarah lazim disebut metode sejarah. Metode adalah cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan teknis. Metode berbeda dengan metodologi. Metodologi adalah "science of methods", yaitu ilmu yang membicarakan petunjuk pelaksanaan teknik penelitian ilmu pengetahuan. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan yang saksama dan teliti terhadap suatu masalah, baik untuk mendukung atau menolak suatu teori atau untuk mendapatkan kebenaran. Oleh karena itu, metode sejarah dalam pengertian umum adalah penyelidikan terhadap peristiwa masa lampau dengan menggunakan jalan pemecahan melalui metode sejarah. Menurut Gilbert J. Garraghan (1975 ) bahwa metode penelitian sejarah (baca juga : Langkah-langkah Metode Sejarah) adalah seperangkat aturan atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber- sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hal-hal yang dicapai dalam bentuk tertulis. Senada dengan pengertian ini, Louis Gottschalk, (1975) mengatakan metode sejarah adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji dan menganalisis data yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan masa lampau kemudian direkonstruksikan berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan kisah sejarah.
Baca Selengkapnya===>

Tuesday, October 12, 2010

Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya pada Kerajaan yang Bercorak Islam di Indonesia

*) Kerajaan Demak
Mundurnya Kerajaan Majapahit memberikan kesempatan kepada para bupati yang berada di pesisir pantai utara Jawa untuk melepaskan diri, khususnya Demak. Faktor lain yang mendorong perkembangan Demak ialah letaknya yang strategis di jalur perdagangan Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur.

a. Kehidupan Politik
1) Raden Patah (1475–1518)
Dengan bantuan daerah-daerah lain yang masuk Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik, Raden Patah pada tahun 1475 berhasil mendirikan Kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Menurut Babad Tanah Jawa, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) dengan putri Campa. Raden Patah semula diangkat menjadi bupati oleh Kerajaan Majapahit di Bintoro Demak dengan gelar Sultan Alam Akhbar al Fatah.
Dalam upaya mengembangkan kekuasaan dan menguasai per- dagangan nasional dan internasional maka pada tahun 1513, Demak melancarkan serangan ke Malaka di bawah pimpinan Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor). Namun, serangan tersebut gagal. Di lingkungan kerajaan, para wali berperan sebagai pendamping dan sekaligus sebagai penasehat raja, khususnya Sunan Kalijaga. Ia banyak memberikan sa- ran-saran sehingga Demak berkembang menjadi mirip kerajaan teokrasi, yaitu kerajaan atas dasar agama.
http://32e16176.linkbucks.com
2) Sultan Trenggono (1521–1546).
Adipati Unus (1518–1521 ) menggantikan ayahnya (Raden Patah) untuk menjalankan roda pemerintahan. Ia lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor (gelar yang diterima sebab pernah mengadakan serangan ke utara/Malaka). Adipati Unus meninggal tanpa meningalkan putra sehingga seharusnya digantikan oleh adiknya, Pangeran Sekar Seda Lepen. Akan tetapi, pangeran ini dibunuh oleh kemenakannya sehingga yang menggantikan takhta Demak adalah adik Adpati Unus yang lain, yakni Pangeran Trenggono. Ia setelah naik takhta Demak bergelar Sultan Trenggono.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Tindakan-tindakan penting yang pernah dilakukan Sultan Treng- gono adalah sebagai berikut:
a) menegakkan agama Islam;
b) membendung perluasan daerah yang dilakukan oleh Portugis;
c) menguasai dan mengislamkan Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Perluasan ke wilayah Jawa Barat ini dipimpin oleh Fatahilah (Faletehan) yang kemudian menurunkan raja-raja Banten).
d) berhasil menakhlukkan Mataram, Singasari, dan Blambangan.
Sultan Trenggono gugur (1546) ketika berusaha menaklukkan Pasuruan. Wafatnya Sultan Trenggono memberi peluang kepada ketu- runan Pangeran Sekar Seda Lepen yang merasa berhak atas takhta Kerajaan Demak untuk merebut takhta. Tokoh ini ialah Aria Penangsang yang menjadi bupati di Jipang (Blora). Keluarga Sultan Trenggono dengan tokohnya Pangeran Prawoto berusaha untuk menggantikan ayahnya sehingga terjadi perebutan kekuasaan.
Perang saudara ini berlangsung selama beberapa tahun yang akhirnya memunculkan Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang
berasal dari Pajang, menaiki takhta
sebagai raja dengan gelar Sultan Hadiwi- joyo (1552–1575).
b. Kehidupan Ekonomi
Dilihat dari segi ekonomi, Demak sebagai kerajaan maritim, menjalankan
fungsinya sebagai penghubung atau transit daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka sebagai pasaran di bagian barat. Perekonomian Demak dapat berkembang dengan pesat di dunia maritim karena didukung oleh penghasil dalam bidang agraris yang cukup besar.
c. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial Demak diatur oleh hukum-hukum Islam, namun juga masih menerima tradisi lama. Dengan demikian, muncul sistem kehidupan sosial yang telah mendapat pengaruh Islam.
Di bidang budaya, terlihat jelas dengan adanya pembangunan Masjid Agung Demak yang terkenal dengan salah satu tiang utamanya terbuat dari kumpulan sisa-sisa kayu yang dipakai untuk membuat masjid itu sendiri yang disebut soko tatal. Di pendapa (serambi depan masjid) itulah Sunan Kalijaga (pemimpin pembangunan masjid) meletakkan dasar-dasar syaha- datain (perayaan Sekaten). Tujuannya ialah untuk memperoleh banyak
pengikut agama Islam. Tradisi Sekaten itu sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Baca Selengkapnya===>

Monday, October 11, 2010

Perpaduan Tradisi Lokal, Hindu Buddha dan Islam dalam Institusi Sosial Masyarakat di Berbagai Daerah


Sebelum datangnya pengaruh Hindu–Buddha dan Islam, masyarakat Indonesia telah mengenal kehidupan religius yang dijadikan pedoman untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupannya. Hampir setiap kegiatan selalu dilandasi dengan upacara religius, baik dalam kegiatan mata pencaharian, adat istiadat perkawinan, tata cara penguburan, selamatan-selamatan (Jawa=slametan), maupun dalam kehidupan lainnya. Mereka patuh menjalankan pranata-pranata yang berbau religius dan magis tersebut karena mereka beranggapan bahwa apabila terjadi pelanggaran akan mendapatkan kutukan dari arwah nenek moyang yang dampaknya akan mendatangkan bencana terhadap warga masyarakatnya.

Tradisi kehidupan religius ini semula bentuknya masih sangat sederhana (sebelum pengaruh Hindu–Buddha merupakan tradisi lokal) sehingga ketika penga- ruh Hindu–Buddha masuk ke Indonesia, tradisi-tradisi lokal ini tidak musnah melainkan justru makin berkembang. Hal ini dikerenakan pengaruh Hindu–Buddha juga menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat setempat, hanya saja cara-cara dan upacara religusnya bersumberkan pada ajaran Hindu–Buddha.
Demikian juga ketika pengaruh Islam masuk juga ikut mewarnai kehidupan tradisi-tradisi yang ada di Indonesia. Segala aktivitas kehidupan masyarakat yang menganut agama Islam, bersumber pada ajaran agama Islam. Dengan demikian dari masa Purba sampai dengan masuknya pengaruh Islam, kehidupan tradisi-tradisi tersebut masih tetap berlangsung dan mendapat tempat sendiri-sendiri di kalangan masyarakat sesuai dengan kondisi daerah dan tingkat kepercayaan masyarakat yang bersangkutan. Bentuk-bentuk perpaduan antara tradisi lokal, Hindu–Buddha, dan Islam di dalam kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut.

1. Pertunjukan Wayang

Salah satu bentuk tradisi warisan nenek moyang kita ialah pertunjukan wa- yang yang mampu bertahan berabad-abad lamanya dan mengalami perubahan serta perkembangan sampai dengan bentuknya yang sekarang. Fungsi pertun- jukan wayang sepanjang perjalanan sejarahnya tidaklah tetap dan bergantung pada kebutuhan tuntutan.
Pertunjukan wayang pada mulanya merupakan upacara pemujaan arwah nenek moyang. Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk maka pertunjukan wayang mengalami perkembangan. Pertunjukan wayang kemudian banyak
menyadur dari pengaruh Hindu-Buddha dengan mengambil cerita dari Mahabarata dan Ramayana. Ketika pengaruh Islam masuk, pertunjukan wayang makin berkembang dan ber- sumberkan pada ajaran agama Is- lam. Para Wali Sanga, khusus Sunan Kalijaga menggunakan pertunjukan wayang sebagai media dakwah. Jadi, pertunjukan wayang di sam- ping sebagai sarana pendidikan, komunikasi, dan hiburan rakyat juga digunakan untuk menyebarkan agama Islam. Bahkan, sampai zaman modern sekarang ini dengan berbagai peralatan yang canggih, pertunjukan wayang masih tetap eksis sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan komunikasi yang efektif untuk menunjang pem- bangunan.

2. Tradisi Garebeg dan Sekaten

Garebeg atau anggerebeg berarti pengawalan terhadap seorang pembesar yang penting, seperti seorang raja. Pada upacara tersebut Raja Yogyakarta dan RajaSurakarta menampakkan diri di Sitinggil dan dikelilingi oleh pengikut- pengikutnya (kerabat-kerabatnya) yang berada di Pagelaran untuk memberikan penghormatan kepada penguasa.
Upacara Gerebeg dilakukan tiga kali setiap tahun oleh Keraton Yogayakarta dan Keraton Surakarta, yaitu pada hari kelahiran Nabi Muhammad saw. (Gerebeg Maulud) pada tanggal 12 Maulud), hari raya Idul Fitri (Gerebeg Pasa) pada tanggal 1 Syawal dan hari raya Idul Adha (Gerebeg Besar) pada tanggal 10
Besar.Dari tiga Garebeg tersebut yang terbesar ialah Garebeg Maulud yang kemudian dirangkaikan dengan Se- katen.
a. Garebeg Maulud adalah pesta
yang diadakan untuk memperi- ngati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. pada tanggal 12
Rabiul Awal. Dalam hal ini ada
tiga macam perayaan, yakni, Sekaten (pasar malam), upacara Sekaten itu sendiri, dan Garebeg Maulud.

b. Perayaan Sekaten adalah perayaan yang berbentuk pasar malam yang biasanya berlangsung selama 1–2 minggu, bahkan 1 bulan sebelum upacara Gerebeg Maulud dilaksanakan.
Baca Selengkapnya===>