Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Tuesday, July 27, 2010

"Hindu atau Budha? Agama yang pertama masuk ke Indonesia"

Terdapat bukti yang kuat bahwa agama Buddha masuk ke Indonesia pada abad ke-2 Masehi, yakni dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi Selatan). Arca Buddha ini, merupakan bukti tertua adanya pengaruh budaya India di Indonesia. Penemuan arca itu juga sangat penting sebab memberikan petunjuk kepada kita ke tinggian taraf hidup dan budaya rakyat Indonesia pada waktu itu.

Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut diperkirakan berasal dari langgam Arca Amarawati, India Selatan (abad 2–5 SM). Ada kemungkinan bahwa arca ini merupakan barang dagangan atau mungkin juga barang persembahan sesuai bangunan suci agama Buddha. Arca sejenis juga ditemukan di Jember, Jawa Timur dan di Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Adapunn di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan arca Buddha yang memperlihatkan arca seni Gandhara, India Utara.

Penemuan prasasti-prasasti di Kutai dari Raja Mulawarman dan prasasti- prasasti di Tarumanegara dari Raja Purnawarman menunjukkan adanya proses penghinduan. Huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti itu, ialah huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta. Selain itu, Raja Mulawarman juga sering mengadakan upacara-upacara keagamaan dan mendatangkan brahmana-brahmana dari India. Semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh budaya dari India di Indonesia.

Pada abad ke-4 Masehi agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara menunjukkan adanya proses penghinduan. Pada mulanya yang berkembang terlebih dahulu ialah agama Hindu baru kemudian agama Buddha (agama Buddha yang berkembang di Indonesia ialah agama Buddha Mahayana). Hal ini terbukti bahwa raja-raja pertama di Indonesia menganut agama Hindu, seperti Mulawarman dari Kerajaan Kutai dan Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara. Lama kelamaan kedua agama ini terus berkembang, silih berganti menjadi agama yang paling utama dalam negara. Setelah hidup berdampingan secara damai selama berabad- abad, kemudian terjadi sinkretisme di antara keduanya. Hasil sinkretisme tersebut menimbulkan suatu aliran agama baru yang dikenal sebagai agama Siwa- Buddha. Aliran ini berkembang dengan pesat pada abad ke-13 M. Penganut aliran ini, antara lain Raja Kertanegara dan Adityawarman.
Baca Selengkapnya===>

Wednesday, July 21, 2010

"Sejarah Rupiah" (Bag. 1)

Pada periode 1945 -1949, ketika Jepang mengalami kekalahan dari sekutu, Belanda merancang untuk menjajah kembali Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh Belanda adalah menguasai peredaran uang. Ada empat macam uang yang beredar pada masa itu, yaitu :
a. Uang yang tersisa dari zaman kolonial Belanda: De Javasche Bank.
b. Uang yaang sudah dipersiapkan Jepang dengan bahasa resmi Hindia Belanda bernama De Japansche Regering.
c. Uang pendudukan Jepang, yang menggunakan Bahasa Indonesia bernama Pemerintah Dai Nippon, adalah uang pecahan bernilai 100.
d. Dai Nippon Teikoku Seibu dengan pecahan 10 (bergambar Gatot Kaca) dan pecahan 5 (bergambar Rumah Gadang).

Pada tanggal 29 September 1945, pasukan Belanda pimpinan Dr. H.J. Van Mook mendarat di Tanjung Priok untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang yang kalah perang. Tanggal 6 Maret 1946 Belanda melarang tentaranya menerima uang Jepang, dan sebagai gantinya Belanda mengedarkan uang NICA (Netherlands Indische Civil Administration) yang dicetak di Australia tahun 1943 yang bergambar Ratu Wilhelmina. Belanda memaksakan uang ini sebagai alat pembayaran yang sah. Perdana Menteri Sutan Syahrir memprotes keputusan Belanda sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan RI dan mengingkari perjanjian untuk tidak mengeluarkan mata uang baru selama situasi politik belum stabil. Alat pembayaran ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pendudukan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, , Semarang, Palembang dan Medan. Masyarakat yang tinggal di daerah pendudukan menerima upah dalam bentuk uang NICA, sementara itu para petani (yang tinggal di luar daerah pendudukan) hanya menerima uang Jepang yang merupakan uang sah RI sebagimana dianjurkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

ketidakpercayaan terhadap uang NICA menyebabkan kursnya (nilai tukar) merosot terhadap mata uang Jepang. Harga barang di daerah pendudukan pun membumbung tinggi. Oleh karena uang Jepang tersedot ke daerah pedalaman tempat produksi kebutuhan sehari-hari. Di daerah ini juga terjadi inflasi tinggi dan diperburuk oleh sulitnya pendistribusian barang dari pedalaman ke daerah pendudukan.
(bersambung)
Baca Selengkapnya===>